Tidak pernah terpikir akan menjadi guru PGTK. Dulu saya benci yang namanya anak kecil. Rasanya, saya tiba-tiba besar saja.
Tidak pernah terbayangkan akan disalami tangan oleh murid-murid ketika kami berpapasan di pagi hari atau ketika berpisah siang harinya.
Tidak pernah terlintas akan begitu terfasilitasi kegemaran saya akan seni, cat, kuas, kertas, gunting, lem, pensil warna dan semua barang-barang untuk membuat karya seni yang tersedia. Meski hanya dipamerkan beberapa hari saja. Senangnya minta ampun.
Kisah menuju guru PAUD ini berawal dari pertemuan dengan teman kuliah di angkot. Saat itu saya sudah mengajar les part-time dan masih rajin main ke kampus, sekedar ngopi dan melamun di halaman depan gedung ISOLA.
Kira-kira begini percakapan waktu itu.
Saya: hei!
Wika: hei, mau ke mana?
Saya: ke kampus ketemu temen.
Wika: oh.. Udah kerja?
Saya: udah.
Wika: dimana dan bla bla bla
Akhirnya...
Wika: sekolahku lagi buka lowongan, mau coba?
Saya: dimana? Ngajar apa?
Wika: ngajar anak playgroup. Coba aja. Ini alamatnya.
Saya: oh G****?
Wika: iya, tapi buat K*******nya sih. Gmn?
Saya: boleh lah.
Meski miskin pentahuan tentang anak. Lebih tepatnya benci anak-anak. Lalu saya coba saja. Awal-awal masuk kerja sebagai fresh graduate yang ga punya pengalaman ya,, apa lagi sih yang dinilai selain kemampuan bahasa inggris lisan yang cukupan, keterampilan ngajar saat micro teaching, wawancara kemudian diospek. Iya sebelun tanda tangan kontrak kerja, saya diundang untuk masuk ke kelas yang sudah berjalan dan mulai interaksi dengan anak-anak, mengajak mereka bermain, mengobrol.
Anak-anak itu menyebalkan. Jika ingin mainan, nangis. Ingin pipis tapi belum bisa ke toilet sendiri nangis. Hobinya jambak-jambak rambut. M.E.N.Y.E.B.A.L,K,A,N maunya menang sendiri, Dia pikir dialah pusat perhatian, semuannya adalah miliknya. Mainan A punya dia, perosotan punya dia. Semua milik dia. Sampai satu sekolahpun itu miliknya. Egois.
Tapi setelah lebih dekat mengenal mereka. Keseharian mereka. Kepolosan dan kemampuan kecil yang tiba-tiba muncul ditengah term (istilah pembuatan laporan per 3 bulan sekali), sukses membuat saya jatuh cinta dengan dunia anak. Mereka memang kertas putih yang bisa kita (orang dewasa) gambari dan taruh warna apa saja. Tangisan dan amarah mereka adalah bentuk komunikasi, jauh sebelum mereka berbahasa. Jambakan, cakaran dan tendangan mereka adalah wujud keingintahuan yang besar akan aksi-reaksi. Kemampuan yang kita (orang dewasa) pikir, gampang, ternyata sulit loh untuk mereka pelajari, seperti pipis di toilet, mencuci tangan, makan sendiri dan menyikat gigi. Mereka butuh kita untuk mengajarkannya.
Rasa benci ini semakin hilang dan pudar ketika, saya diingatkan kembali dengan berbagai teori tumbuh kembang anak, kemampuan majemuk dan seabrek teori-teori yang secara jelas nyata jika saya gunakan kepada murid saya, maka akan terlihat perbedaan pada anak, nantinyan. Anak kecil akan selalu menyebalkan. Begitulah mereka hingga kita tahu kunci untuk menaklukannya.
Yuk simak postingan selanjutnya tentang anak-anak!
Comments
Post a Comment