Selamat Jalan Bapak...
(sambil putar lagu“Putih” dan “Kuning”-ERK
Album Sinestesia)
Cerita awal kuliah saya adalah
ketika bapak tujuh hari meninggalkan kami semua.
Dengan penuh semangat saya
menceritakan keinginan-keinginan saya sebelum anak kedua saya lahir, saya ingin
melanjutkan sekolah, ingin menimba ilmu ke-PAUD-an lebih dalam lagi dan ingin
merintis membuat sekolah PAUD saya sendiri. Bapak, mendukung dengan tetap
menanyakan bagaimana anak-anak nanti.
Bapak beberapa tahun, sebelum
tahun 2017, selalu menyempatkan diri untuk shalat berjamaah di mesjid. Shalat
subuh dan shalat maghrib, utamanya. Bapak selalu menengok cucu-cucunya, Aang
dan Neng sebelum ke mesjid dan setelah dari mesjid, anak-anak pun selalu
mencium tangan bapak. Rutinitas ini selalu kami lakukan setiap subuh dan
maghribnya.
“Barudak araya?1”,
ucapnya
“Aya2”, jawabku.
Kemudian bapak mengucap salam dan
berangkat menuju mesjid. Suatu sore, bapak sudah siap dengan sendalnya dan
duduk di teras. Bapak melamun. Tak biasanya. Beberapa hari sebelum beliau
meninggalkan kami pun, mamah menceritakan, bapak sangat pendiam. Ia tak banyak
berbicara.
Kejadian bapak berpulang sabtu pagi
itu, tanggal 23 Spetember 2017, masih terrekam jelas. Saya sedang masak di
dapur, mamah sedang di warung. Suami saya hendak berjalan-jalan dengan anak
kedua kami.
“Abah!3”, tanya suami
saya mengajak anak kedua kami untuk memanggil kakeknya.
“Kulan4”, jawab bapak.
Selang beberapa detik setelah
itu, bapak menghembuskan nafas terakhirnya. Suami, seketika memberikan anak
kedua kami, kepada tetangga yang berdiri di tempat bapak terjatuh. Seraya mengangkat
bapak yang sudah tak sadarkan diri. Kami menidurkannya di ruang tengah.
Saya berusaha untuk mencarikan
mobil, agar bapak bisa dibawa ke Rumah Sakit secepatnya. Walaupun, beberapa
orang sudah mengetahui bahwa bapak sudah tiada. Namun tak berani
mengutarakannya. Mobil pun datang kami segera ke Rumah Sakit. Suami yang
mendampingi bapak, di tengah perjalanan menitikan air matanya dan berkata,
“Na, tos teu aya, bapa na ge5”,
ucapnya tersedu.
“Astagfirullah. Ga pokok na, ka
IGD heula6”,jawab saya tak percaya, suami memegangi tangan mertuanya
dan tangan saya.
Setibanya di IGD, dokter pun
berkata demikian, Bapak sudah tiada. Saya mengangis dan memeluk bapak. Menciumi tangannya
yang telah memangku saya, membesarkan saya dan mencarikan nafkah untuk keluarganya yang diakhir
hidupnya tak lepas dengan tasbih dan Alquran. Kemudian saya ciumi kakinya yang
telah mendampingi saya dan mendorong
saya untuk selalu menuju ke arah kebaikan.
Selamat Jalan Bapak!
Sampai kita bertemu lagi nanti.
Insya Allah.
Kuliah pun dimulai seminggu setelah bapak berpulang. Tak kan saya sia-siakan sisa umur yang diberi juga amanah bapak untuk selalu menuntut ilmu dan melakukan apapun dengan penuh tanggung jawab. Penyakit jantung bapak yang menyebabkan kematiannya, dokter memberikan diagnosis. persis, di semester 4 saya kuliah dulu, tahun 2007, bapak mengalami serangan jantung yang pertama. tahun 2017 ini, bapak sempat mengalami serangan jantung yang kedua, sempat melakukan pengobatan. Namun, Allah berkehendak lain. Tepat di semester 5, kuliah saya baru mulai.
Catatan:
1”anak-anak ada”
2”ada”
3”Kakek”
4”Apa”
5”Na (panggilan suami
ke saya), bapak sudah tiada”
6”Ke IGD dulu”
Comments
Post a Comment